Rabu, 09 September 2009

MUKZIJAT AL QUR'AN

Mukjizat Al Qur’an
Tentang Pendengaran dan Penglihatan

“…….Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya,”Al Isra (17) ayat 36.
Makalah Prof.Sadeq Hilali yang berjudul The Miracles in the Verses of Hearing and Vision in The Holy Quran diterjemahkan oleh Maskanul Hakim.
Dipetik dari majalah Panggilan Adzan edisi April 1990.

Kata “mendengar” (sama’), kata turunannya, dan bentuknya disebut 227 kali di dalam Al Quran. Kata “melihat/memandang”, kata turunannya, dan bentuknya disebut hanya 148 kali. Dimana-mana di dalam Al Quran, kata mendengar berarti pengideraan, persepsi pembicaraan, dan informasi yang berhubungan dengan pendengaran. Di sisi lain, memandang bukan selalu bermakna melihat cahaya, gambar, objek. Kecuali pada 88 ayat saja. Dalam beberapa hal, itu berarti pertimbangan, pemikiran mental dan rasional tentang alam semesta, penciptaan , dan apa yang dilihat seseorang.
Kedua kata itu dating bersamaan pada 38 ayat, diantaranya :
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” As Sajadah (32) : 9.
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” Al Mu’minuun (23) : 78.
“.. dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tak berguna sedikit juapun bagi mereka….” Al Ahqaaf (46) : 26.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” An Nahl (16) : 78.
“Katakanlah : Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” Al Mulk (67) : 23.
“Katakanlah : Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran, penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab :Allah”. Maka katakanlah : mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” Yunus (10) : 31.
“…..Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihatnya.” Hud (11) : 20.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” Al Insaan (76) : 2.
Kata “tuli” juga diturunkan dalam hubungannya dengan “buta” pada 8 ayat. Dalam beberapa kesempatan kata “tuli” disebutkan sebelum kata “buta”.
“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka dan dibutakanNya penglihatan mereka.” Muhammad (47) : 23.
“…..Mereka tuli, bisu, dan buta, maka oleh sebab itu mereka tidak mengerti.” Al Baqarah (2) : 171.
“Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” Al Baqarah (2) : 18.
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” Al Furqan (25) : 73.
“…….Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka……” Fussilat (41) : 44.
Cukup jelas pada semua ayat ini bahwa “mendengar” tanpa kecuali. Karenanya, masih perlukah mempertanyakan arti dan urutan itu? Tampaknya sulit untuk menjawab pertanyaan ini, jika mengingat pengetahuan modern tentang kedua indera tersebut. Fakta anatomi dan fisiologi yang telah umum diketahui adalah bahwa setiap syaraf optika (penglihatan) berisi lebih dari satu juta serabut syaraf, sedang syaraf auditoris (pendengaran) hanya membawa 30.000 serabut syaraf. Lagi pula, secara fisiologis diketahui bahwa kira-kira sepertiga dari syaraf pengindera tubuh adalah syaraf penglihatan dan membawa sekitar 70 persen dari semua masukan kepada tubuh. Sedangkan masukan yang berkenaan dengan pendengaran hanya 12 persen. Lalu mengapa pendengaran lebih didahulukan dari pada penglihatan, seperti terdapat di semua ayat di atas? “Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Al Mu’min (40) : 20.
Harus ada alasan yang membenarkannya, yang cukup jelas bagi kita. Tetapi apabila kita mempertimbangkan beberapa fakta ilmiah yang diketahui dalam embriologi, fisiologi, dan ilmu pengobatan, kita akan dapatkan sebuah jalan untuk menjawab pertanyaan ini. Bukti itu juga akan membawa kita kepada keajaiban ayat-ayat tersebut.

Perkembangan Mata dan Telinga

Alat Pendengaran dan penglihatan berkembang hampir bersamaan pada tahap-tahap awal ketika manusia masih berupa embrio. Plakoda Optik cikal bakal telinga muncul pada akhir minggu ketiga. Kemudian Plakoda Optik – cikal bakal mata – menyusul pada minggu keempat.
Telinga-dalam tumbuh dari plakoda optic ini. Rumah siput muncul pada minggu keempat dan tumbuh membujur, membentuk dua setengah lingkaran. Kemudian ian menjadi rumah siput sempurna yang bermembran dalam minggu ke-8. Lalu ia terbungkus dalam sebuah tulang muda utuh, dan mendekati ukuran telinga bayi normal dalam minggu ke-18. Penulangan rumah siput selesai pada minggu ke-21 ketika alat Corti tumbuh kedalamnya. Sel-sel rambut yang dikelilingi ujung-ujung syaraf menjadi jelas pada tahapini. Maka telinga-dalam telah tumbuh dan sempurna seperti ukutan normalnya an mampu melaksanakan fungsi pendengaran diakhir bulan ke-5 kehidupan embrio.
Telinga-dalam pada tahap ini menerima semua rangsangan suara dan mengirimnya ke pusat-pusat pendengaran otak untuk melakukan tanggapan , bahwa tanpa memerlukan telinga-tengah maupun luar. Dua bagian ini berkembang pada minggu ke 10 sampai ke-20, kemudian menyatu dengan telinga-dalam . Daun telinga beranjak sempurna pada minggu ke-32.
Disi lain, lapisan retina pada mata belum sempurna sapai minggu ke-25. Serabut syarafnya tidak bersumsum sehingga kurang begitu berfungsi dalam menghantarkan informasi yang tertangkap mata. Hal itu terjadi sampai minggu ke-10 sesudah kelahiran.
Tampak bahwa telingan-dalam telah sempurna dan mampu menerima rangsangan suara mulai bulan ke-5, ketika mata belum terbuka dan retinanya belum berkembang hingga bula ke-7. Bahkan sampai taraf ini syaraf optic belum bersumsum sepenuhnya.
Lebih jauh lagi, mata tak dapat melihat didalam kandungan yang gelap. Tetapi telinga dapat mendengar suara karena isi kandungan adalah penghantar suara yang baik.

Pendengaran dan Penglihatan di dalam Kandungan
Banyak kenyataan menunjukkan bahwa telinga-dalam dapat menerima rangsangan suara mulai bulan ke-5, dan janin mampu mendengar denyut jantung dan gerak usus ibunya. Rangsangan itu menjalar melalui saluran pendengaran dan mengenal lapisan luar otak. Ini merupakan bukti nyata bahwa janin memang mendengar sejak minggu ke-5 kehidupan di dalam kandungan. Tidak ada gelombang semacam itu yang direkam dalam saluran penglihatan, sampai bayi dilahirkan.
Perlu diketahui bahwa gelombang suara mencapai telinga-dalam melalui dua jalur. Jalur pertama melalui telinga-luar dan tengah yang penuh udara. Jalur kedua melalui tulang tengkorak. Tulang-tulang memang merupakan penghantar suara yang baik. Begitu pula cairan yang mengisi telinga-luar dan telinga-tengah janin.
Anda barangkali ingat, selama berenang kita mudah mendengar suara walaupun telingan kita penuh dengan air. Karenanya, janin dapat mendenar suara yang mengalir ke arah teling-dalamnya, baik melalui tulang muda tengkorak, maupun melalui cairan yang mengisi telinga-dalam dan luar. Di sisi lain, janin tidak dapat melihat sama sekali, bukan hanya karena gelapnya kehidupoan di dalam kandungan, tetapi juga karena matanya tertutup. Pertumbuhan retinyanya belum belum sempurna dan pengisian sumsum belum selesai.

Setelah Kelahiran
Sesudah bayi lahir, sisa-sisa cairan dan selaput pembungkus (epithelial) yang mengisi telinga-tengah dan telinga-luar bayi yang baru dilahirkan mongering habis dalam beberapa hari. Sesudah itu bayi mulai mendengar suara-suara yang disampaikan melalui udara secara normal dan jelas. Yang menarik, manusia ternyata satu-satunya mahluk yang mampu mendengar suara ketika ia masih berada di dalam rahim. Sementara, semua hewan baru bisa mendengar beberapa waktu setelah mereka dilahirkan.
Manusia mulai mendengar dejak 16 minggu lebih sebelum ia dilahirkan. Babi Guinea mulai 5-6 jam setelah dilahirkan, kucing 5-6 hari, kelinci 7 hari, anjing 10 hari, cerpelai (mink) 30 hari, dan tupai 50 hari.
Indera penglihatan sangat lemah pada bayi yang baru lahir dan hamper-hampir tak berfungsi sama sekali. Ia sulit membedakan cahaya dari gelap, atau hanya mampu melihat gambar buram. Matanya bergerak tanpa mampu memusatkan pada suatu objek. Pada bulan ketiga ia mulai mengenali bentuk ibunya atau botol susunya dan mengikuti gerakan dengan matanya. Mencapai bulan ke-6 ia mulai mengenali wajah-wajah orang di sekelilingnya. Tapi pada umur ini ia masih susah melihat. Penglihatannya terus berkembang dan tumbuh hingga ia berumur sepuluh tahun.

Perkembangan Daerah
Penglihatan dan Pendengaran
Daerah pendengaran berkembang sebelum daerah penglihatan. Si janin mendapat rangsangan suara pada permulaan minggu ke-5 di dalam kandungan. Rangsangan suara itu mendengarkan pertumbuhan bentuk dan kegunaan daerah-daerah pendengaran selama masa paroh-kedua kehidupan didalam kandungan. Sementara daerah-daerah penglihatan kortis tidak menerima rangsangan sama sekali pada tahap ini. Karena itu ia berkembang. Ada sebuah prinsip mengatakan : jika ada rangsangan tertentu yang menyentuh pusat-pusat syaraf, maka ia akan menggerakan pertumbuhan dan perkembangannya. Karenanya, pusat-pusat pendengaran mulai tumbuh dan matang amat awal, yaitu pada bulan kelima kehidupan dalam kandungan, ketika penglihatan belum terangsang.
Dengan alas an inilah bayi yang baru lahir mulai mempelajari informasi suara secara lebih mudah daripada informasi penglihatan. Ia mempelajari informasi suara dan mengerti artinya secara lebih cepat dan lancer. Bayi mampu mendengar lagu-lagu lebih baik daripada lukisan dan gambar-gambar. Bayi “mampu menggumamkan“lagu-lagu, tapi tidak dapat “menggambar ulang” apa yang ia lihat. Kesemuanya ini disebabkan daerah pendengaran kortis telah berkembang sebelum daerah-daerah pandangan. “….agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.” Al Haqq (69) : 12.

Memahami Bahasa
Ada daerah tertentu pada lapisan luar otak (cerebral cortex) yang berkembang lebih dekat kepada daerah pendengaran. Daerah itu disebut daerah penafsiran bahasa. Disitulah bayi mencoba memahami suara-suara yang ia dengar. Kedua daerah itu lebih sering berhubungan daripada yang dilakukan daerah penglihatan. Daerah penglihatan memang membantu pemahaman melalui proses membaca dan menulis, namun karena bayi lebih sering dan lebih dahulu mendengar daripada membaca ataupun menulis, maka daerah pendengaran berkembang dan matang lebih dahulu.
Nah, apa kesimpulannya? Yang pertama, system pendengaran janin berkembang dan matang lebih awal dari pada system penglihatan. Sistem pendengaran bayi berusia lima bulan mencapai ukuran normal. Tetapi system penglihatan baru benar-benar-benar melihat ketika anak berusia 10 tahun. Kedua, janin sudah mampu mendengar suara-suara ketika ia masih didalam rahim ibunya. Namun ia belum mampu menggambarkan cahaya yang ia tangkap , sampai akhirnya ia dilahirkan. Dan ketiga, system pendengaran dan pusatnya berkembang dan matang lebih jauh sebelum system penglihatan dan pusatnya mencapai tingkat yang sama.
Mari kita lihat kembali ayat-ayat sebelumnya, yaitu As Sajadah ayat 9, Al Mu’minun ayat 78, Al Ahqaf ayat 26 An Nahl ayat 78, Al Mulk ayat 23, Yunus ayat 31, Al Insan ayat 2, dan AnNahl ayat 108. Semua ayat ini merujuk kepada penciptaan dan perkembangan manusia. Di dalamnya tanpa terkecuali “pendengaran” ditulis mendahului “penglihatan”. Ini bukanlah kebetulan belaka dan tanpa maksud tertentu, namun baru kita sadari belakangan ini. Yakni setelah ada penelitian terhadap fakta-fakta ilmiah yang membuktikan keajaiban ayat-ayat ini.
Kita tengok ayat-ayat yang lain didalamnya “mendengar” dan “melihat” datang bersamaan.
“….mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun”. Maryam (19) : 42.
“….Mereka selalu tidak dapat mendengar kebenaran dan mereka selalu tidak dapat melihatnya.” Hud (11) : 20.
“…..Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” Al Isra (17) : 36.
“Katakanlah : Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu…” Al An’am (6) : 46.
“Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu….. Fussilat (41) : 22.
“……jikalaulah Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka …….” Al Baqarah (2) : 20.
“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka…” Fussilat (41) ; 20.
Dalam ayat-ayat in Allah merujuk kepada kedua inderaitu. Karena :mendengar” telah berkembang dan matang sebelum “melihat”, lebih penting untuk belajar dan mengajar serta lebih menetap dalam ingatan anak kecil, Allah mendahulukan penempatan kata pendengaran.
Ada beberapa aspek lain yang mendahulukan pendengaran. Cobalah anda amati seseorang yang barangkat tidur. Kemampuannya melihat akan menghilang lebih dahulu, baru kemudian kemampuannya mendengar. Begitu pula ketika permulaan anastesia (pembiusan), sekarat, hypoxia (seperti yang terjadi ketika mendaki gunung atau terbang sangat tinggi), dan anemia cerebral (seperti yang terjadi ketika orang berpuasa mengisi perut secara cepat dari posisi berbaring). Dalam semua kasus ini pendengaran menghilang sesudah penglihatan.
Percepatan yang dialami para pilot atau antriksawan selama kenaikan secara cepat (biasa disebut istilah “G positif”), juga mempengaruhi penglihatan dan menyebabkan pandangan menjadi buram. Lalu diikuti dengan kehilangan pandangan total. Sedangkan indera pendengaran tidak menghilang seluruhnya, bahkan hanya sedikit saja. Karenanya, pilot tetap dalam kontak dengan station darat meskipun pandangannya terhalang.
Manusia mampu mendengar suara yang dating kea rah telinganya dari semua arah dan ketinggian. Luas bidang pendengarannya mencapai 360 derajat. Bila ia menempatkan kepalanya pada satu bidang, pandangan horizontalnya mencapai 180 derajat saja dan vertikalnya hanya 145 derajat. Bidang penglihatannya terhadap warna-warna jauh lebih sempit. Alur cahaya berjalan dalam garis-garis lurus, tidak beredar ke sudut-sudut dan tidak mampu menembus zat-zat yang buram (opaque). Sementara suara dapat mengalir melalui semua arah, mampu beredar ke sudut-sudut melalui berbagai cairan dan penghantar yang paat. Suara juga dapat menembus dinding.
Penting untuk dicatat bahwa indera pendengaran tiap telinga diwakili hamper secara sama pada dua sisi otak. Apabila satu sisi otak mengalami kerusakan, sang pasien tidak kehilangan pendengarannya pada salah satu telingannya. Sedangkan separuh penglihatan dari mata kiri dan kanan terwakili pada masing-masing separuh otak. Bila satu sisi otak terkena penyakit, maka kedua mata kiri separuhnya, dan pada mata kanan separuhnya.
Andapun mungkin sudah mengerti, bahwa bayi yang lahir dalam keadaan tuli akan tetap bisu. Ia tak akan mampu belajar berbicara. Sedangkan bayi yang lahir dalam keadaan buta dapat belajar berbicara dengan mudah. Barangkali karena ini pula kebisuan dikaitkan dengan ketulian dalam Al Qur’an. Beberapa ayat menunjukkan hal itu. Misalnya dalam Al Baqarah (2) ayat 18 : “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),” dan ayat 171 surat yang sama : “…..Mereka tuli, bisu dan buta, maka oleh sebab itu mereka tidak mengerti.”
Pada bayi yang terlahir tunanetra daerah-daerah visual kortis mengambil alih beberapa fungsi gabungan. Karenanya, terjadi penyatuan pada daerah-daerah tersebut, yang menaikkan bagian-bagian ingatan, pikiran, dan intelegensia otak. Namun hingga kini belum diketahui mengapa daerah-daerah pendengaran bayi yang lahir tuli tidak berperilaku dengan cara yang sama. Kaena itu, banyak orang terlahir tunanetra tetapi jenius , seperti Al Maari dan Taha Husein (sastrawan Mesir). Sedikit sekali orang jenius yang dikenal dari yang terlahir tunarungu. Ini merupakan bukti pentingnya pendengaran di atas penglihatan.
Masyarakat awal Islam lebih banyak melaksanakan fungsi pendengaran ketimbang fungsi penglihatan. Di gurun pasir tempat mereka menetap terdapat sedikit pemandangan, karenaya rangsangan penglihatan lebih sedikit daripada rangsangan pendengaran. Masyarakat pada masa itu lebih lebih banyak mendengar daripada membaca. Bahkan ayat-ayat Al Qur’an pun didengar dan dihapal. Naskah-naskah baru dibagikan ke negeri-negeri Islam pada masa khalifah ketiga (Usman bin Affan). Hadis-hadis nabi juga belum dibukukan/ditulis samapai beberapa masa kemudian. Tetapi semua ayat Al Qur’an dan hadist-hadist terpelihara dengan baik dalam ingatan kaum muslimin. Mengaapa mereka tidak mencatanya pada masa-masa awal? Mungkin karena sedikitnya orang yang mampu menulis. Begitu juga, bangsa arab tidak biasa menulis puisi mereka hingga beberapa abad kemudian, walaupun mereka biasa membacakan dan menghapalkannya.
Allah SWT mengkhususkan indera pendengaran tanpa menyebut indera penglihatan ketika memusatkan pentingnya indera manusia dalam ayat-ayat berikut:
“…Kami telah meletakan tutupan diatas hati mereka (mereka) tidak dapat memahaminya dan (Kami meletakkan) tutupan di telinganya.” Al An’am (6) : 25.
“……Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati…….” A l Baqarah (2) : 19.
“Maka kami tutup telingan mereka beberapa tahun dalam gua itu.” Al Kahfi (18) : 11.
“…….Mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutup bajunya (kemukanya)….” Nuh (71) : 7.
“Agar kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.” Al Haaqa (69) : 12.
Ayat terakhir menunjukkan bahwa informasi suara yang di dengar manusia ternyata mencapai tingkat kesadarannya dan terpelihara di dalam ingatannya dalam keadaan lebih baik daripada penglihatan.
Beberapa ayat yang menyebut penglihatan sebelum pendengaran adalah ayat-ayat yang secara utama menancam hukuman atau menjelaskan keadaan orang-orang kafir. Tidak ada satu pun dari ayat ini berisiacuan kepada penciptaan ataupun kegunaan dua alat mengindra tersebut.
“……Mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mampunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah)…….” Al A’raaf (7) : 179.
“Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan tuli….” Al Maidah (5) : 71.
“….Dan kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak (tuli)…..” Al Isra (17) : 97.
“….atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat meluhat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar?” Al A’raaf (7) : 195.
Banyaknya informasi yang tangkap mata kita tidak punya arti laebih penting dibandingkan dengan yang kita dengar. Informasi visual itu tidak selalu menghasilkan pengertian lebih banyak dan lebih mendalam pada otak manusia. Meskipun rangsangan pendengaran itu lebih sedikit dibandingkan rangsangan penglihatan, namun rangsangan itu mampu melahirkan pemikiran dan gagasan yang lebih luas dan mendalam.
Sebuah kata yang dinyatakan dalam tekanan dan dialek yang berbeda dapat menimbulkan kesan yang berlainan bagi pendengar. Sedangkan bila kita menulis kata sama dalam bentuk tulisan yang berbeda-beda selalu memberikan arti yang sama bagi pembaca. Anda tentu maklum bahwa film-film bisu memberikan informasi yang lebih sedikit dari pada film bersuara.
Banyak yang telah disebutkan di atas tidak diketahui 14 abad yang lalu dan baru ditemukan pada beberapa tahun terakhir ini. Bahkan para ilmuwan dulu percaya bahwa indera penglihatan lebih penting ketimbang indera pendengaran. Studi-studi ilmiah modern telah menunjukkan fakta-fakta jelas yang membuktikan secara tepat keajaiban ilmiah di dalam ayat-ayat Al Qur’an. Ayat –ayat itu meletakkan pendengaran sebelum penglihatan karena pendengaran lebih awal diciptakan. Begitu pula lebih dahulu perkembangan organis dan fungsionalnya, serta banyak lagi cirri pendengaran yang secara jelas lebih baik ketimbang penglihatan.
“…Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” Al Baqarah (2) : 20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar